Monday, May 21, 2012

Kisah Inspirasi - Mimpi Menjadi Mahasiswa

Sobat, pada malam hari ketika saya sedang browsing, tiba-tiba terlintas di benak saya untuk mengunjungi situs ayomasukui.com, disana saya menemukan sebuah kisah klasik menarik, menginspirasi, dan memotivasi. Yuk langsung simak kisahnya :)

Terkadang orang sering menilai dari apa yang mereka lihat di luar tanpa mereka pernah tahu bagaimana seseorang menjalani kehidupannya. Sesaat mereka melihatku sebagai orang yang beruntung. Hidup berkecukupan dengan keluarga bahagia, mendapatkan apa yang ku… inginkan, bisa meneruskan usaha orang tua hingga dengan mudahnya berkuliah di universitas terbaik di negeri ini, Universitas Indonesia. Mungkin mereka melihat hidupku seperti tanpa usaha, seperti tanpa beban, begitu ringan berjalan sesuka kaki ini melangkah, begitu mudah melompat dan hap! Semua bisa kudapatkan begitu mudah.

Andai saja penglihatan mereka benar. Betapa senangnya hidupku, betapa bahagia aku menjalaninya. Tapi mereka salah, kawan.. Ya, hidupku tak semudah prolog yang ku tuliskan. Karena kegagalan demi kegagalan yang ku alami, sangat berat menurutku untuk usia dan posisiku saat itu. Aku bahkan harus rela menyimpan – bukan membuang – impianku untuk menjadi mahasiswa. Meredakan egoku yang terlanjur menggebu. Kegagalan yang kualami, bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali.

Mungkin kau belum merasakan betapa sakitnya melihat tulisan “Maaf Anda tidak diterima untuk jurusan pilihan Anda” di setiap universitas yang kau datangi dan menyadari bahwa pemberitahuan itu untukmu. Aku telah merasakannya kawan, hingga akhirnya aku diterima di jurusan Farmasi sebuah universitas negeri di Solo. Tapi jurusan itu bukan minatku. Itu adalah pilihan membabi-buta ditengah kekalutan yang menghantuiku. Akhirnya ku lepas kesempatan itu, karena aku tidak mau menuruti egoku yang hanya ingin mempunyai status mahasiswa tanpa tahu apa tujuan menjadi mahasiswa sebenarnya. Lagipula aku tidak mau membuang-buang uang hanya untuk sesuatu yang tidak kuminati.

Aku memutuskan untuk membantu usaha ibu di kotaku, Madiun. Kemudian aku ditawari untuk mengasah bakatku di sebuah sekolah informal di Surabaya. Sesaat aku lupa tentang impianku untuk kuliah. Aku tenggelam dalam dunia baruku. Mengacuhkan teman-temanku yang sering mencibir, mengatakan seharusnya dari awal aku masuk sekolah SMK bukan di SMA negeri. Tak kuindahkan kata-kata mereka, aku terlalu girang dengan hal baru yang ku pelajari di sekolah tersebut. Hingga enam bulan kemudian, sebuah tawaran datang dari pihak sekolah agar aku merampungkan studiku di Jakarta, dengan harapan aku bisa lebih mengembangkan bakatku tanpa tambahan biaya. Hanya perlu keberanian dan ridho orangtua untuk itu.

Hidup memang pilihan dan inilah pilihan hidupku. aku memutuskan untuk menuntut ilmu nonformal di kota besar. Merantau seorang diri untuk menemukan apa yang ku cari dalam tujuan hidupku. Menjalani hari-hari di sana dan menemukan dunia yang membuatku terlena. Aku lupa tentang mimpi terbesarku, menjadi mahasiswa. Hingga dua tahun kemudian, saat aku sedang menjalani persiapan untuk kelulusanku, ada satu hal yang masih mengganjal di hatiku. Ada sesuatu yang selalu menghantuiku. Pertanyaan tentang masa depan. Rasanya apa yang kudapatkan di sekolah nonformal tersebut hanya sebuah keterampilan untuk bertahan hidup. Sedangkan pikiran, gagasan, dan pengetahuanku hanya dalam satu lingkup saja. Aku merasa sangat kurang dalam hal ini. Dan itulah sebabnya aku memutuskan untuk kuliah.

Awalnya aku memilih universitas swasta agar aku bisa tetap berada di Jakarta. Tapi atas saran temanku, yang juga alumni Universitas Indonesia, aku mendaftarkan diri—di hari-hari terakhir. Bukan karena aku tidak ingin, tapi karena aku tidak berani. Asal kalian tahu, dulu saat aku mecoba mendaftar ke beberapa universitas negeri di Jawa, hanya UI yang tidak kucoba. Nyaliku langsung menciut saat mendengar UI, apalagi memasukinya. Siapa aku sehingga pantas bermimpi masuk UI, jadi juara kelas saja aku tidak pernah, bagaimana bisa mengikuti olimpiade sains di sekolah, apalagi aku sudah terlambat dua tahun, semua pelajaran sekolah sudah mengendap di otakku. Menurut pandanganku. UI hanya untuk anak-anak pintar yang selalu berprestasi di sekolah.

Akhirnya disinilah sekarang aku berada, di tempat yang tidak pernah kubayangkan, memakai almamater yang tidak berani kuinginkan. Menjadi bagian dari keluarga besar UI, sebuah kata yang tidak pernah berani melintas di benakku. Kawan. Aku tidak pernah berharap kalian merasakan apa yang kurasakan, aku hanya ingin kalian tahu. Bahwa mimpi yang tak bisa kalian jawab, pasti akan terjawab, walau sering tidak sama sedikitpun dengan cara yang diharapkan. Tapi yakinlah, Tuhan selalu punya rencana indah di setiap pilihan yang kau ambil. Jangan takut gagal karena yang dibutuhkan seseorang untuk mimpi-mimpinya hanyalah percaya. Jangan pernah takut mencoba karena kau tidak akan pernah tahu sebelum kau mecobanya.

Rahmatia

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

No comments:

Post a Comment