Saturday, November 9, 2013

Refleksi Seorang Pemimpin

Bismillah ...

Pas saat lagi meluncur, tiba-tiba melihat sebuah artikel unik dan menggugah, tentang sebuah refleksi, refleksi dan cerminan dari seorang pemimpin sesungguhnya, yang mungkin kadang sudah terlupa dan terabai ..

Dengan hormat dan meminta izin menampilkannya di blog ini saya sertakan sumbernya http://idriwalmayusda.blogspot.com/2013/11/pantaskah-untuk-marah-dan-mengeluh.html


Semoga bermanfaat, selamat membaca !





“kita semua sama, terpenjara dalam kesendirian hanya saja,
ada yang terkurung di ruang gelap tanpa cahaya,
sementara yang lain menghuni kamar berjendela”
-Kahlil Gibran-
         
Ada dua prinsip yang selalu saya pegang ketika mengampu amanah didalam sebuah organisasi. Prinsip yang sangat saya pegang terutama untuk amanah yang berkaitan dengan bagaimana mengelola banyak orang. Prinsi yang saya pegang entah apapun badai yang menerpa. Prinsip yang saya pegang karena dulu itu dinasehatkan kepada saya ketika ada keraguan untuk mengampu amanah. Lebih tepatnya ragu akan diri sendiri.

Prinsip pertama, “Jangan pernah marah kepada anggota-anggotamu seberapapun emosinya dirimu”. Berat? Mungkin beberapa dari kita akan berpendapat sepeti itu. Namun, sejatinya ini hanya lah standar sederhana seorang pemimpin. Karena menjadi seorang pemimpin berarti menjadi seseorang yang paling luas kesabarannya. Bersabar kepada siapa? Bersabar kepada mereka yang ia pimpin. Bahkan batas kesabaran minimal seorang pemimpin itu adalah sebanyak anggota yang dipimpin. Apabila kita menjadi pemimpin untuk lima orang. Maka kita harus bersabar untuk lima orang itu. Bayangkan? Untuk seorang pemimpin negara bahkan dunia? Kesabarannya haruslah sebanyak rakyat yang dipimpinnya.

Maka prinsip inilah yang selalu saya pegang. Prinsip ketika banyak hal dan masalah terjadi oleh anggota-anggota. Dari hal yang mungkin bagi sebagian orang berkata bahwa memang patut untuk marah atau hal yang patut membuat kita mengernyitkan dahi tanda tak percaya. Marah? Emosi? Ya Rab, betapa sering terlintas di pikiran ini untuk kemudian menumpahkan kemarahan. Yang mungkin dapat dikuatkan dengan dalih bahwa sudah sepantasnya seorang pemimpin untuk marah sebagai cara untuk mengingatkan anggotanya. Tapi, apakah semua selesai dengan kita marah dan menumpahkan emosi sesaat? Sungguh bagi saya itu sangatlah tidak bijak.

Ya, dengan prinsip ini, beberapa dari kita mungkin memberikan pendapat bahwa sebagai pemimpin kita tidak apa satu waktu untuk marah. Bukankah marah wujud kita mengingatkan dan sayang. Maka bagi saya, itu mungkin benar tapi bukankah ada wujud lain yang lebih tepat.

Prinsip kedua, “Jangan pernah mengeluh didepan anggotamu. Karena apabila seorang pemimpin sudah mengeluh, apa jadinya anggotamu”. Ya, mengeluh adalah hal yang paling lumrah untuk setiap diri kita lakukan. Apalagi bagi seorang pemimpin. Apabila kita bertanya kepada seorang pemimpin apa impian mereka, target-target mereka, maka saya yakin mereka semua punya itu. Jika seorang pemimpin tidak punya impian dan target itu, maka tidaklah pantas dia menjadi pemimpin.

Namun, bagaimanakah seorang pemimpin merealisasikan setiap impian & target? Tidak lain melalui anggota-anggota yang berjuang bersama dengan dirinya. Maka disinilah dilematis seorang pemimpin. Bisa jadi impian itu tinggi namun anggota-anggotanya belum siap dan mampu meraihnya. Lalu apa yang seorang pemimpin lakukan? Mengeluh? Atau menumpahkan keluhan itu diiringi rasa sesal dan marah?  

Bagi saya, disinilah seorang pemimpin akan berdamai dengan dirinya dan target-targetnya. Kalimat yang selalu saya sampaikan untuk kondisi ini adalah
“Ingin rasa mengajak mereka berlari, Namun bagaimana mungkin engkau berlari sedangkan mereka masih merangkak, berjalan bahkan butuh dituntun dan didampingi”
Ya, itulah bentuk seorang pemimpin berdamai dengan dirinya, berdamai dengan cita-citanya, berdamai dengan impiannya.     

      Sehingga apa jadinya jika seorang pemimpin itu mengeluh. Mengeluh didepan anggota-anggotanya. Bisa jadi dengan mengeluhnya dia, mereka yang awalnya bisa merangkak atau berjalan menjadi tidak bisa bergerak lagi. Tidak bergerak karena tidak ada alasan untuk bergerak, tidak bergerak karena tidak ada daya untuk bergerak lagi. Karena mengeluhnya seorang pemimpin didepan anggota-anggotanya adalah wujud keputusasaan diri seorang pemimpin. Apabila seorang pemimpin sudah berputus asa. Apa jadinya anggota-anggotanya. Tentu mereka menjadi orang yang lebih berputus asa.
         
Wallahu a’lam
Yk.1.11.2013
*Diruang tengah Andalusia
 
Idzkhir al-Mu’adz

No comments:

Post a Comment