Saturday, May 7, 2016

Dua Momentum


Bismillahirahmanirrahim..

Bulan itu adalah bulan yang cukup padat bagi seorang pemuda yang baru menginjakkan usianya di angka dua puluhan. Bagaimana tidak? undangan walimatul ursy berdatangan setiap waktunya dan bertengger rapih hampir di setiap jadwal akhir pekanan. Akhir pekan yang biasanya di habiskan dengan aktivitas lain, setelah menjadi mahasiswa tingkat akhir, maka seketika itu aktivias pekanan berubah haluan, menjadi peserta disetiap undangan walimahan, tentu lebih banyak undangan dari kakak kelas, bukan yang seangkatan.

Waktu itu saya menghadiri salah satu undangan walimatul ursy di luar kota Malang. Seperti biasanya, bersama dengan teman-teman menggunakan mobil sewaan berangkat malam hari agar sampai di tempat acara tepat waktu pada pagi hari di keesokan harinya. Tentu yang kita kejar adalah akad, tidak sekedar datang resepsi.

Selama perjalanan di tengah pekatnya malam, -kebetulan saya waktu itu duduk di depan, mendampingi teman saya yang sebagai supir saat itu- saya merenung, mengingat-ingat wajah kakak kelas saya yang sepertinya baru saja kemarin bercengkrama bareng-bareng dan sekarang dia sudah akan menggenapkan separuh agamanya, memulai kehidupan yang lebih serius lagi, tentu dengan segudang tanggung jawab yang lebih besar, apalagi kalau bukan ta'winu baitim muslim, membentuk keluarga yang Islami.

Dalam sebuah perenungan di tengah perjalanan tersebut, saya ingat beberapa kajian dan buku-buku tentang pentingnya menyiapkan diri untuk pernikahan, mulai dari fikriyah, jasadiyah, ilmu, mal, dan lain sebagainya. Kemudian pikiran saya menerawang kepada sosok-sosok pemuda yang rela mati-matian menyiapkan segala hal yang terbaik untuk menyambut pernikahannya. Tentu, mereka adalah orang-orang yang kemudian selalu serius dalam menyiapkan amal-amalnya, selalu berbuat ihsan dalam mempersembahkan amal terbaik.

Saat masih merenung dalam sebuah pekatnya malam, tetiba sebuah inspirasi itu datang, Allah hadirkan dalam bentuk perenungan komparasi dengan hal lain, yaitu kematian.

Ketika itu pikiran saya hampir tersentak, akan sebuah kata dari kematian. Saya berfikir, pernikahan itu misteri, dan adalah langkah yang baik jika mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk pernikahan. Tetapi di satu sisi, saya juga berfikir, bahwa kematian itu pasti, lebih pasti bahkan, sehingga persiapannya seharusnya harus lebih matang dan serius lagi!

Ikhwatifillah, ada dua momentum dalam hidup kita, yang perlu kita siapkan sedang sematang-matangnya persiapan, yaitu pernikahan dan kematian. Bukanlah sebuah hal yang bijak jika memberikan porsi yang lebih besar kepada salah satunya dan meremehkan salah satunya, kedua-duanya adalah momentum yang harus dijaga keseriusannya, dalam niatnya, dalam persiapannya, dalam amal-amalnya.

Akan ada dua momentum dalam hidup kita, pernikahan dan kematian. Yang satu mungkin akan membuat kita tersedu haru, penuh syukur saat kita melaksanakannya, yang satu mungkin akan membuat kita tersenyum lebar atau -naudzubillah- menangis tersedak-sedak karena kurang mempersiapkannya.

Mari, pesiapkan dengan sebaik-baiknya, disetiap momen-momen besar dalam hidup ini, sehingga kelak, tidak ada rasa penyesalan dalam diri ini, karena kita sudah berikhtiar sejak dini, semampu diri, tentu, dalam rangka menggapai ridho illahi.

1 comment: