Tuesday, March 10, 2015

AKU BUTUH DIHINA!


"Jika hidup seperti roda, maka yang diatas tidak selalu tinggi selamanya, begitu juga yang dibawah, tidak akan selalu rendahnya seutuhnya"

"Dendam.." tutur Prof. Dr. H. Abd. Majid, M.A "adalah tindakan emosional tanpa memikirkan akibat buruk yang akan ditimbulkan dikemudian hari". Berbicara terkait dendam maka akan banyak sekali pendapat yang mendukung buruk perbuatan tersebut. Lalu bagaimana dengan dendam positif? Adakah ianya menghiasi pemikiran orang-orang yang dilanda gelora tersebut?
Suatu ketika, pada suatu sesi lomba cerdas cermat dalam acara Camp Islami di Gunung Putri di Bogor, tersebut tersisa dua kelompok, yang satu kelompok dari alumni-alumni pesantren yang sudah nyantri bertahun tahun, satunya lagi kelompok berisi tiga orang, teman satu halaqoh, yang semuanya berasal dari sekolah negeri.
Sesi final ini menjadi jawaban dan bukti dari dangkalnya pemahaman islam yang mendalam dari kelompok kedua tadi. Sebelum mencapai sesi final pertanyaan-pertanyaan yang diajukan masih seputar sirah, sahabat, pejuang islam, dan beberapa hafalan surat-surat pendek. Sehingga kelompok kedua ini, dapat menjawab dengan mantap dan maju hingga babak final.
Tetapi di final ini lain, pertanyaannya ternyata lebih sulit, sudah masuk ke hafalan surat-surat panjang, bahkan hadist! Ditambah lagi beberapa pertanyaan yang menggunakan bahasa arab, hancur lebur sudah mental kelompok kedua ini. Alhasil kelompok pertama menang secara gemilang.
Sebagian dari mereka -kelompok kedua, menangis kalah, menyesal, nyesek bahasanya. Mereka bertanya tanya kenapa selalu mereka yang pesantren yang selalu memiliki kelebihan? Kenapa kami yang sekolah negeri tidak pernah diberi kesempatan untuk lebih istimewa dari mereka? Bukankah wajar jika mereka menang karena keseharian mereka berkutat dengan kehidupan pesantren dan targetan-targetannya, sedangkan kami, untuk sekedar ikut kajian dan halaqoh saja sampai minta bujuk-bujuk kepada orang tua agar di perbolehkan, bahkan medan kami lebih berat, kami harus tetap istiqomah disaat sekeliling kami bermaksiat ria, kami harus tetap tsabat saat yang lain sedang asyik berduaan dengan non mahramnya, lantas apakah kami begitu remeh dan rendah ketika adu cerdas dengan anak pesantren? dan segudang pertanyaan lainnya yang berkecamuk di ketiga anak tersebut.
Tetapi takdir berkata lain, mereka harus menerima kekalahan tersebut. Dari situ azzam mereka muncul, mereka beriltizam untuk terus mengupgrade kapasitas diri, belajar lebih bahkan disaat lingkungan tidak kondusif sekalipun.
Suatu ketika, masa depan ketiga anak tersebut berubah, dan bertambah cerah. Azzamnya yang dulu mereka pegang erat-erat kini membawa hasil, mereka menjadi manusia yang tawazun dan profesional dalam bidangnya. Mereka ahli dan pakar dalam suatu disiplin keilmuan, juga lumayan dalam hafalan dan berbahasa arab!
Kadang, suatu candaan dari seorang teman, momentum kekalahan yang menyesakkan, merasa diremehkan, akan menjadi titik balik kita dalam kehidupan. Ada singa yang bangun dari tidurnya ketika itu di dalam diri kita. Dan setelah itu semangat kita jauh melesat, cepat, dan tepat. Bukan karena tidak ingin dikalahkan saja, melainkan ingin membuktikan bahwa setiap manusia ciptaan Allah itu unik dan mempunyai kelebihannya masing-masing

No comments:

Post a Comment