Monday, October 15, 2018

INDONESIA 20 TAHUN MENDATANG



Sepuluh tahun lalu, kita masih mencibir produk dari China, Taiwan dan India. Ingat, bagaimana ketika produk HP China membanjiri pasar Indonesia di akhir tahun 2010-an?

Kendati produk itu dijual seharga “kacang goreng”, tapi karna kualitas dan penampilannya yang ala kadarnya, produk itu tak laku di pasar.

Memang, soal produk berteknologi tinggi, referensi kita masih berkiblat ke Eropa, Amerika atau Jepang. Negara-negara ini, memang punya reputasi sebagai produser produk-produk berteknologi tinggi sejak ratusan tahun silam, berkat pengusaan ilmu dan teknologi. Jadi, walaupun harga produk dari negara maju itu dibandrol lebih mahal, barang mereka tetap laris di pasaran.

Di dunia otomotis kita lebih mengenal produk Toyota, Honda, Ford, Mitsubishi, BMW dan sejenisnya. Di Electronik, kita familiar dengan produk Panasonic, Sony, GE. Di Telekomunikasi, rajanya adalah Motorolla, Nokia, Blackberry, Ericson. Jangan singgung barang-barang dengan teknologi yang lebih canggih lagi, semisal pesawat terbang, alat-alat berat, atau teknologi ruang angkasa. Hanya, beberapa lintir negara yang menguasainya.

Tapi, dalam hitungan tak lebih 1 dekade, nyaris tak ada produk yang kini tak bisa dihasilkan oleh China, Taiwan dan India. Hebatnya lagi, mereka mampu memproduksi produk-produk itu dengan kualitas yang nyaris setara dengan produk bermerek terkenal, tetapi dari sisi harga, bandrolnya bisa separuh lebih murah.

Di Telekomunikasi, Nokia, Blackberry dan Erikson sudah jadi korban penetrasi HP China. Hanya dengan duit sejuta, kita sudah bisa dapatkan HP bermerek China semisal Lenovo, Oppo, Xiaomi, Vivo, atau Oneplus. Soal kualitas gimana? Jangan kuatir. Merek China itu, punya tampilan dan fitur yang nyaris serupa dengan produk sejenis dari negara maju.

Beberapa waktu lalu, pasar otomotif Indonesia juga heboh dengan peluncuran mobil bermerek Wuling. Dengan desain, tampilan dan fitur yang jauh lebih menarik dibanding produk Avanza atau Xenia yang dalam sepuluh tahun terakhir menguasai pasar Indonesia, Wuling ditawarkan dengan harga yang jauh lebih murah. Selisih nyaris 30 juta! Wuling bahkan didaulat sebagai  Car of The Year 2017, di tahun pertama sejak diluncurkan.

Di kelas truk, dominasi Hino yang merajai kelas ini, bisa jadi akan segera terusik dengan truk asal China bermerek Howo. Howo telah mampu menyaingi kualitas produk Hino. Tapi sebaliknya , Hino tak mungkin mampu menyanyaingi harga Howo. Selisih harga kedunya terpaut lebih 100 jutaan untuk tipe yang sama.

Boeing dan Airbus pun kini sedang was-was. Comac perusahaan dari China, tahun 2017 lalu telah berhasil menerbangkan pesawat C919. Harga sebijinya cuma $50 juta. Bandingkan dengan produk sejenis buatan Boeing dan Airbus yang mecapai $100 juta.

Setali tiga uang dengan India. Puncak pencapaian India di dunia high tech ini, ditunjukkan pada 24 September 2014 silam. Satelit yang dibuat dan diluncurkan oleh antariksawan India, telah berhasil mengorbit di Planet Mars, di percobaan pertama diluncurkan. Berapa biaya yang dihabiskan oleh Satelit bernama Mangalyaan itu untuk mengorbit di Planet Merah? Catat: hanya $74 juta.

Padahal, beberapa bulan sebelumnya, satelit yang sama buatan NASA bernama Maven juga berhasil mengorbit di Planet Mars. Tapi tau biayanya? US$ 671 juta.
 
Kami juga pernah dibuat tercengang, ketika terlibat dalam sebuah proyek pembangunan pabrik smelter. PLN selaku perusahaan Listrik Negara pernah menyebut, biaya investasi pembangunan PLTU di Indonesia berkisar di angka US$ 1,5 juta per satu mega watt. Artinya, untuk membangun PLTU berbahan bakar batubara kapasitas 100 MW, dibutuhkan biaya mendekati US$ 150 juta. Lebih dari 2 Trilyun rupiah. 

Makanya, ketika ada perusahaan China yang menjanjikan mampu membangun PLTU dengan harga cuma US$ 1 juta perMW, awalnya kami semua ragu. Apakah bisa PLTU itu terbangun? Kalaupun terbangun, apakah bisa beroperasi dan reliable?

Tapi, apa yang terjadi? Setelah hampir 2 tahun beroperasi, PLTU murah meriah itu ternyata masih beroperasi, dan nyaris tak ada masalah yang berarti. Bayangkan, kami bisa menghemat biaya US$ 50 juta. Duit yang sangat besar untuk dibelikan krupuk!

Begitulah kondisi dunia saat ini. Hanya dalam satu dekade, kebangkitan high tech di negara-negara berkembang menjelma menjadi keperkasaan. Cina, India dan Taiwan telah menjadi penantang terkuat produk-produk teknologi dunia yang selama ini didominasi Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Di banyak negara, produk-produk teknologi Cina, Taiwan dan India mulai melakukan penetrasi dagang secara halus, bahkan blak-blakan, untuk merebut pasar dari pesaing-pesaingnya yang telah begitu mapan.

Lalu, bagaimana posisi Indonesia? Dengan kepala tegak, kita harus mengakui; kita ketinggalan!

Indonesia saat ini masih terbelakang jauh di bidang ini. Dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta, kita justru dijadikan target pasar oleh negera-negara lain, dengan aneka produk-produk yang mereka hasilkan. Kita masih menjadi salah satu negara dengan nilai impor yang tinggi, yang sebagian besar adalah produk teknologi tinggi. Kita masih menjadi negara consumer. Belum menjadi negara produser.

Apa pasalnya? Tentu banyak faktor.

Tapi, yang pasti energy bangsa kita akhir-akhir ini lebih banyak terbuang ke hal-hal yang tidak produktif.

Kita masih terlalu sibuk memproduksi hoax ketimbang memproduksi produk-produk canggih. Kita terlalu ribut membahas hal yang remeh temeh, ketimbang membahas dan membincangkan soal Artificial Intelligence, Nanotechnology, dunia antariksa atau virtual reality.

Di dunia maya, kalau bukan Jokowi dan Prabowo yang dibahas, sahut-sahutan ejekan masih didominasi oleh isu SARA, Bid’ah dan non Bid’ah, dan paling jauh kita membahas masalah Manchester United yang terpuruk di tangan Jose Maourinho. Sesekali, kita membahas Siti Badriah atau Saskia Gothik yang goyangannya sungguh aduhai.

Sementara negara-negara lain, seperti China, Taiwan dan India yang dulunya setara atau bahkan lebih terbelakang dari Indonesia, kini nyatanya mulai jauh meninggalkan kita. Tak saja bisa menguasai teknologi, tapi mereka juga mampu memproduksi dan menguasai pasar produk teknologi kelas tinggi.

Percayalah teori ini: tak akan pernah suatu bangsa berdiri tegak di tengah bangsa lain, jika teknologi dan ekonominya tidak maju! 

Akan dibawa kemanakah, negeri bernama Indonesia ini di tengah perubahan dunia yang kian cepat? Akan seperti apa ekonomi Indonesia menghadapi disruption economy yang sudah di depan mata? Atau akan dijadikan apa, anak-anak zaman milenial kita, ketika berhadapan dengan dunia “tanpa batas” yang bakal mereka hadapi 20 atau 30 tahun mendatang.   

Jika 20 tahun lalu, kita semua tak pernah menyangka, bahwa internet dan teknologi informasi, bakal bisa mengubah hampir semua aktifitas sehari-hari kita saat ini, maka bayangkan, akan seperti apa wajah dunia yang akan dilakoni anak-anak kita 20 tahun mendatang?

Percayalah; kita ini negara besar. Negeri ini tak kekurangan orang-orang cerdas dan pintar, dan negeri ini tak pernah kehabisan orang kreatif dan hebat. Negara kita adalah salah satu dari 15 negara yang telah mempunyai pendapatan domestik bruto di atas US$ 1 milyar, dan negara dengan jumlah penduduk di atas 250 juta jiwa.

Sumber: chat WAG